Balai Besar TNBTS Tanam Seribuan Bibit Pohon untuk Selamatkan Danau Ranupani

PERAWI, Malang — Sebanyak 1.400 bibit pohon ditanam oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) untuk menyelamatkan kelestarian Danau Ranupani.
Penanaman dipusatkan di titik pandang Bantengan, Resor Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Wilayah Ranupani, Selasa, 4 Februari 2025.
Kegiatan penanaman berkemas nama “Nandur Bareng Ngrumat Alas Ranupani: Menanam Bersama untuk Ranupani yang Lebih Hijau” itu dipimpin langsung oleh Kepala Balai Besar TNBTS Rudijanta Tjahja Nugraha.
Rudijanta mengatakan, penanaman bertujuan untuk mengembalikan tutupan lahan di areal resapan air (catchment area) pada lanskap Desa Ranupani (kadang ditulis dan dilafalkan sebagai Ranu Pani atau Ranu Pane) yang sedang mengalami degradasi. Desa Ranupani berada di wilayah Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Ranupani menjadi pintu masuk atau pos pertama pendaftaran pendakian Gunung Semeru.
Akibat degradasi, kebanyakan besar air hujan tidak terserap ke dalam tanah dan langsung meluncur dari perbukitan ke Danau Ranupani—dalam bahasa Sansekerta, kata ranu berarti danau—dengan membawa banyak material tanah maupun sampah pertanian sehingga menimbulkan sedimentasi atau pendangkalan danau.
“Degradasinya lebih diakibatkan oleh pola pertanian yang tidak sustainable (berkelanjutan) dan juga faktor kondisi lingkungan, yaitu topografi dan tutupan lahannya,” kata Rudijanta kepada Perawi, Rabu, 5 Februari 2025.
Baca juga: Inilah Besaran dan Larangan Mendaki Gunung Semeru
Secara garis besar, kata Rudijanta, ada dua penyebab terjadinya degradasi pada lanskap Ranupani. Pertama, pola pertanian yang tidak berkelanjutan. Kedua, lokasi penanaman dan sekitarnya merupakan lahan kebakaran hutan dan dijadikan tempat pengambilan kayu bakar di masa lalu yang selama dua dekade belum bisa pulih kembali menjadi hutan.
Pemulihan ekosistem sangat penting dilakukan bersama-sama karena alam belum tentu dapat pulih dengan sendirinya. Pemulihannya sangat lama. Bahkan, pemulihan hutan tanpa campur tangan manusia bisa menghabiskan waktu lebih dari 50 tahun.
“Kami, dalam dalam 5 tahun ke depan memang punya rencana memulihkan ekosistem Ranupani, baik fisik danau maupun tutupan tutupan lahan di dalam kawasan,” kata Rudijanta.
Pranata Hubungan Masyarakat Balai Besar TNBTS Endrip Wahyutama menambahkan, penanaman 1.400 bibit pohon terbuka bagi masyarakat umum. Total peserta penanaman yang terlibat sekitar 325 orang.
Peserta terdiri dari mahasiswa dari perguruan tinggi di Malang, Surabaya, Lumajang, Jember, dan Bali; pelajar SMA dan SMK dari Malang dan Lumajang, serta komunitas pecinta alam dan masyarakat umum lainnya.
“Kami juga mengundang pelajar SDN Ranupani, SMPN Satu Atap Ranupani, dan SMPN 7 Senduro untuk ikut berpartisipasi, dengan harapan tumbuh rasa kecintaan dan peduli pada alam pada diri mereka,” kata Endrip.
Baca juga: Wisata dan Belajar Konservasi di Hutan Lindung Kasinan Kota Batu
Menurut Endrip, penanaman bersama dilakukan di Blok Ledok Tirem yang dibagi menjadi 6 lokasi petak tanam. Bibit pohon yang ditanam terdiri dari bibit cemara gunung (Casuarina junghuniana) dan kesek (Dodonaea viscosa) yang merupakan tumbuhan asli (native species) di TNBTS.
Pemilihan cemara gunung dan kesek disesuaikan dengan kondisi alam. Kedua spesies tumbuhan ini memiliki tingkat keberhasilan hidup yang tinggi atau mampu beradaptasi dengan baik di lokasi dengan cuaca dan iklim yang ekstrem.
Cemara gunung dan kesek juga merupakan tumbuhan pionir yang paling cocok ditanam di lahan pegunungan yang mengalami degradasi, serta mempunyai kemampuan mengikat tanah agar tak gampang longsor.
“Adapun penanaman dilakukan saat musim hujan untuk meningkatkan potensi tanaman tumbuh alami dengan baik karena ketersediaan air pada musim hujan lebih tinggi dan kadar kelembaban tanah lebih baik,” ujar Endrip.

Riwayat Singkat Pendangkalan Ranupani
Perawi mencatat, degradasi lingkungan dan hutan pada lanskap maupun ekosistem Ranupani berlangsung secara evolutif sejak dekade 1970-an hingga mencapai tahap serius dan mencemaskan saat ini. Dampak paling nyata terlihat pada perubahan fisik Danau Ranupani yang mengalami pendangkalan dan penyusutan luas.
Masalahnya, luas dan kedalaman awal Danau Ranupani masih simpang siur. Data manual dekade 1980-an menunjukkan, sedimentasi menggerus luas Danau Ranupani dari 8-9 hektare menjadi 5,6 hektare dan kedalaman berkurang dari 12 meter menjadi 6 meter.
Baca juga: Macan Tutul Hitam Mendominasi Kawasan Timur dan Selatan Hutan TNBTS
Pada 2018, Balai Besar TNBTS sempat menyampaikan bahwa luas Danau Ranupani 6,3 hektare dan sedalam 12 meter. Akibat sedimentasi, luasnya tersisa sekitar 3 hektare, dengan titik terdalam 6 meter. Data ini berdasarkan hasil citra satelit menggunakan global positioning system atau GPS pada April 2012.
Saat itu disebutkan terdapat sekitar 20 ton material longsoran dari lahan pertanian yang meluncur masuk ke dalam danau sehingga mempercepat pendangkalan. Kondisi ini makin diperberat dengan kemunculan gulma bersifat invansif bernama Salvinia molesta, yang sempat menutup hampir seluruh permukaan danau.
COPYRIGHT © PERAWI.CO 2025