Puluhan Siswa Belajar Mendongeng di Sanggar Dongeng Kepompong Malang

PERAWI, Malang — Sebanyak 30-an siswa sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah belajar menjadi pendongeng cilik dengan cara mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Sanggar Dongeng Kepompong Nusantara atau SDKN.
Kegiatan itu diselenggarakan di Kantor Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Minggu, 2 Februari 2025.
Para peserta belajar menggunakan intonasi suara, membuat suara berkarakter, memainkan ekspresi maupun mimik wajah, juga gestur tubuh.
“Ada beberapa peserta yang sudah bisa mengeluarkan suara rendah, sedang dan tinggi,” kata Ketua SDKN Yudi Agus Priyanto.
Seluruh peserta dibagi ke dalam empat kelompok. Mereka bergantian menyajikan dongeng dengan karakter suara yang diinginkan. Tiap kelompok mendongengkan cerita anak-anak karangan Yudi.
Hasilnya, kata Yudi, para peserta tampil percara diri di depan teman-temannya dari berbagai sekolah. Mreka tampil tanpa naskah dengan berimprovisasi sesuai kesepakatan masing-masing kelompok.
Baca juga: Inilah 7 Kebiasaan Hebat Anak Indonesia menurut Kementerian Dasar dan Menengah
Menurut Yudi, para peserta dongeng berasal dari berbagai sekolah dasar maupun madrasah ibtidaiyah dari empat kecamatan di Kabupaten Malang, yakni Turen, Tumpang, Gondanglegi, Jabung, ditambah peserta dari Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.
Mereka dijadwalkan berlatih sebulan sekali selama setahun. Usai pelatihan, mereka diharapkan tampil percaya diri menjadi pendongeng cilik.
Mereka dijadwalkan mengikuti pertunjukkan keliling (roadshow) ke sejumlah sekolah bersama tim dongeng dari SDKN, dengan target sasaran 1.000 siswa se-Kabupaten Malang.
Mereka juga bakal tampil dalam festival Temu Pendongeng Cilik yang diselenggarakan akhir 2025. Kegiatan ini didukung oleh Dana Indonesiana dari Kementerian Kebudayaan.
Para pendongeng cilik juga akan dilibatkan dalam berbagai program Sanggar Dongeng Kepompong Nusantara yang mencakup pemulihan trauma dan pendirian tenda ramah anak di lokasi bencana alam.
Sebagai contoh, saat terjadi erupsi Gunung Semeru dan banjir bandang di wilayah pesisir selatan Kabupaten Malang, SDKN juga hadir untuk menghibur dan memberi edukasi bagi penyintas bencana alam.
Salah seorang peserta, Athallah Zwie Kenzie, mengaku bersyukur bisa belajar mendongeng bersama Sanggar Dongeng Kepompong Nusantara. Siswa SDN Model Kota Malang ini mengaku tertarik belajar mendongeng untuk menghibur adik kelas.
“Senang, dapat kenalan dan teman baru. Juga belajar mendongeng di sini,” ujar Athallah.
Baca juga: Jarik Ma’Siti Kota Malang akan Mengikuti Ajang Penghargaan Pelayanan Publik PBB
Kata Yudi, mayoritas calon pendongeng menjawab cerita kancil paling diingat saat ditanya cerita atau dongeng yang paling didengar dan kebanyakan cerita kancil diceritakan orang tua mereka menjelang tidur.
“Diharapkan, para calon pendongeng cilik ini bisa menyampaikan dongeng untuk menanamkan nilai karakter, akhlak dan moral,” ujar Yudi.

Membumikan Dongeng
Sanggar Dongeng Kepompong Nusantara berdiri pada 2019. Sejak berdiri, SDKN telah mendongeng di banyak lembaga pendidikan dasar, SD dan madrasah ibtidaiyah.
Mereka juga mendongeng untuk anak-anak erupsi Gunung Semeru sebagai bagian pemulihan trauma. Para relawan juga akan dilibatkan dalam berbagai kegiatan sosial kemanusiaan melalui dogeng.
Ketua SDKN Yudi Agus Priyanto mengatakan, penyampaian pesan melalui bercerita lebih gampang dipahami dan mudah masuk dalam memori anak-anak.
Pada masanya, orang tua suka mendongengkan cerita anak menjelang tidur malam. Cerita yang didongengkan umumnya cerita yang dapat membentuk karakter sang anak.
Baca juga: Siswa SMA Ini Minta Presiden Prabowo Subianto Batasi Produksi Plastik
Namun, kini budaya dongeng dan mendongeng mulai luntur, terutama sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi komunikasi digital. Anak-anak sekarang lebih terbiasa bermain gawai (gadget) untuk mencari informasi, tapi kebanyakan waktunya habis untuk menonton dan main gim. Kondisi itu diperparah oleh minimnya cerita dongeng dihadirkan dalam keluarga dan sekolah.
Padahal, Yudi menukas, leluhur Indonesia telah mewariskan budaya tutur lewat beragam kesenian tradisional seperti wayang, ketoprak, ludruk, dan wayang topeng.
“Lewat sanggar ini, kami ingin anak-anak kembali asyik bermain dan bergembira tanpa banyak main HP, sambil mendengar dan belajar dongeng. Dengan membumikan dongeng, anak-anak bisa aktif berinteraksi langsung dengan teman-temannya, bukan hanya lewat gadget,” ujar Yudi.
COPYRIGHT © PERAWI.CO 2025
One Comment