Penggunaan Artificial Intelligence dalam Karya Jurnalistik Harus Tetap Patuhi Kode Etik Jurnalistik

PERAWI, Malang — Penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence untuk pembuatan karya jurnalistik harus tetap bertanggung jawab dengan cara menaati kode etik jurnalistik (KEJ).
Demikian inti jumpa pers yang diadakan Dewan Pers di Sekretariat Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Kelurahan Gambir, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, Jumat, 24 Januari 2025.
Dalam Jumpa pers ini diumumkan produk kebijakan baru berupa Peraturan Dewan Pers Nomor: 1/Peraturan-DP/I/2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu pada 22 Januari 2025.
Ninik Rahayu mengatakan, pembuatan pedoman itu tidak bertujuan untuk membelenggu kerja-kerja jurnalistik, melainkan justru membantu perusahaan pers dan wartawannya, juga untuk meningkatkan mutu jurnalisme dan sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap pers.
Dia menekankan pentingnya transparansi dan akurasi saat menggunakan kecerdasan buatan dalam pemberitaan maupun dalam pembuatan karya jurnalistik lainnya, untuk mencegah penyebaran misinformasi dan disinformasi—lazim disebut hoaks (hoax).
Setiap perusahaan pers bebas menggunakan pelbagai jenis aplikasi kecerdasan buatan, tapi harus dijalankan secara profesional dan bertanggung jawab.
Menurut Ninik, teknologi kecerdasan telah terbukti dapat membantu kerja jurnalistik menjadi lebih sangkil dan mangkus alias sangkil dan mangkus. Kecerdasan buatan sebagai bagian dari teknologi informatika dimanfaatkan untuk membantu dan mempermudah proses kerja jurnalistik.
Kendati begitu, pemanfaatan kecerdasan buatan dalam pembuatan karya jurnalistik harus hati-hati dilakukan dengan tetap memedomani atau mematuhi KEJ.
”Adanya AI, AI generatif, dan seluruh teknologi buatan manusia harusnya menjadi daya pemicu efektivitas kerja jurnalistik, mempermudah kerja jurnalistik, bukan menggantikan tugas manusia dalam proses kerja jurnalistik,” kata Ninik.
Baca juga: Dewan Pers dan Universitas Hasanuddin Buat Pedoman Aktivitas Pers Mahasiswa
Menurut Ninik, teknologi kecerdasan buatan tidak bisa dihindari dalam proses kerja jurnalistik. Namun, dia mengingatkan supaya pembuatan karya jurnalistik dengan bantuan AI tidak bertentangan dengan KEJ, seperti tetap mematuhi prinsip akurasi dan verifikasi, tidak menyiarkan hal-hal yang bermuatan pornografi, tidak diskriminatif, dan tidak mengumbar ujaran kebencian.

Isi Pedoman
Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik terdiri dari 8 bab dan 10 pasal. Isi pasalnya antara lain mengatur prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam memanfaatkan kecerdasan buatan.
Prinsip dasar itu meliputi kontrol manusia dalam penggunaan AI dari awal hingga akhir; tanggung jawab perusahaan pers atas karya jurnalistik yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan; penyebutan sumber asal atau aplikasi kecerdasan buatan yang digunakan pada produksi karya jurnalistik.
Perusahaan pers dan wartawan dituntut selalu memeriksa akurasi dan memverifikasi data, informasi, gambar, suara, video, dan bentuk lainnya yang didapatkan melalui teknologi kecerdasan buatan.
Lalu, perusahaan pers harus memberi keterangan pada karya jurnalistik berupa gambar rekayasa atau personalisasi manusia (avatar) berbasis kecerdasan buatan; memberi keterangan pada karya jurnalistik berbasis kecerdasan buatan berupa suara.
Perusahaan pers juga diminta untuk menginformasikan secara terbuka apabila melakukan penyuntingan, ralat/koreksi, atau pencabutan karya jurnalistik hasil kecerdasan buatan.
Suprapto sepaham dengan Ninik Rahayu. Ketua Tim Perumus Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik Dewan Pers ini mengatakan, kecerdasan buatan dalam karya jurnalistik hanya sebagai alat bantu dan karenanya karya jurnalistik yang dihasilkan harus tetap mengacu pada kode etik jurnalistik.
Suprapto menekankan pentingnya kontrol manusia, yaitu kontrol dari redaksi, editor, dan wartawan terhadap proses pembuatan karya jurnalistik berbasis AI, dari awal sampai pembuatan berita maupun produk jurnalistik lainnya, hingga dipublikasikan.
”Penggunaan AI ini tidak bisa dan tidak mungkin dihindari. Harapannya produk atau karya jurnalistik ke depan dengan penggunaan AI akan semakin berkualitas dan semakin baik,” katanya.
Penyelesaian sengketa
Ninik Rahayu mengatakan, sengketa yang terjadi dalam karya jurnalistik yang memakai kecerdasan buatan diselesaikan melalui mekanisme di Dewan Pers sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ninik menekankan, seluruh sengketa pemberitaan akan diselesaikan secara etik, bukan pakai jalur pidana maupun perdata, sehingga tiada kriminalisasi terhadap perusahaan pers dan wartawan.
”Begitu ada pelanggaran pada pemberitaan yang termasuk penggunaan AI yang tidak transparan, tidak sesuai dengan undang-undang, atau yang menggunakan serampangan, maka berlaku sanksi-sanksi yang mengacu pada KEJ,” kata dia.
Baca juga: Pers Mahasiswa Bukanlah Anak Tiri Perguruan Tinggi
Dewan Pers belum menerima pengaduan dari masyarakat terkait pelanggaran penggunaan kecerdasan buatan sejak Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik diluncurkan.
Ninik bersyukur, sejauh ini tata kelola perusahaan pers dalam penggunaan kecerdasan buatan sudah cukup baik dan transparan. Pedoman itu untuk memitigasi potensi pelanggaran.
Bagaimana pun, “Pemanfaatan AI harus tetap bertanggung jawab dengan berpegang pada KEJ. Semoga pedoman ini bisa menjadi rujukan bagi setiap media dan wartawannya agar bisa bertanggung jawab memanfaatkan kecerdasan buatan dalam proses pembuatan karya jurnalistik,” kata Ninik.
COPYRIGHT © PERAWI.CO 2025